Pada perkuliahan sekitar sebulan yang lalu ada diskusi tentang kurikulum tahun 1984 yang mana kurikulum tersebut memberi terobosan tentang kejuruan dalam SLTA/SMA. Dan saya kebetulan lantang dikelas meneriakan bahwasannya kurikulum ini kurikulum yang membuat banyak dosa, dan pendapat itu membuat kemelut dikelas. Hehe. Cuman mau klarifikasi dan meluruskan statemen saya tersebut.
SMK Bisa.!
Kata yang tidak asing lagi di telinga kita, yakni Slogan
yang diusung oleh SMK. Sudah tidak asing lagi ditelinga kita kata SMK, karena
akhir2 ini SMK sedang naik daun dengan pemberitaan media yang sangat waw
sekali. Selain itu SMK juga menjanjikan lulusan yang siap kerja, dengan hard
skill yang tidak diragukan lagi. Bahkan di solo ada mobil rakitan anak SMK yang
dipakai sebagai mobil dinas wali kota Solo. Maka dari itu dewasa ini makin
banyak SMK dengan varian jurusan masing masing dari otak atik mesin sampai otak
atik obat sekarang pun ada, hal itu disusul juga dengan animo yang sangat besar
oleh lulusan SMP/MTs entah karena keinginan sendiri atau karena kehendak
orangtua yang ingin segera melihat anak nya segera mendapatkan pekerjaan.
Jika kita melirik brosur brosur yang dibagi oleh SMK tidak
heran kalau SMK memiliki animo yang sangat besar. Karena bisa hampir dikatakan
semua SMK menjanjikan lulusan yang siap kerja dan kerjasama sekolah dengan
perusahaan/instansi yang siap menampung lulusan SMK dengan lapangan pekerjaan
yang sangat luas. Suasana bahwasannya SMK adalah pilihan tepat bagi lulusan
SMP/MTs yang ingin segera bekerja sangat berhasil dibentuk.
Lalu kenapa saya bilang pencetusan SMK adalah sebuah dosa??
Seiring dengan kapitalisme yang makin merajalela di negeri
ini, industri di hampir semua bidang berkembang sangat pesat, pabrik dimana
mana dan sudah pasti sangat membutuhkan tenaga kerja. Sebelum SMK tercetuskan,
perusahaan harus menggaji lulusan S1 untuk merakit sebuah mobil atau motor.
Secara ekonomis menggaji lulusan S1 tidak akan semurah menggaji lulusan SLTA,
maka banyak industri yang merelakan membuka seleksi dan mengkursuskan calon
pekerjanya 1 atau 2 tahun untuk menjadi pekerja yang siap kerja. Dengan biaya
kursus yang tidak sedikit tentunya, namun industri akan lebih terbantu dengan
penggajian lulusan SLTA yang tidak akan setinggi penggajian lulusan S1
Setelah muncul kurikulum 1984 wacana akan SLTA ++
diancangkan, ++ yang dimaksud adalah kejuruan. Dengan harapan lulusan SLTA bisa
memiliki hard skill yang hampir menyerupai s1 dalam bidang apapun. Dari sisi
industri, pihak pemilik modal bisa dengan mudah merekrut lulusan SLTA tanpa
mengeluarkan biaya tambahan untuk mengkursus mereka lagi, karena lulusan
kejuruan sudah siap kerja dan tidak lagi memerlukan kursus dan dengan gaji yang
murah pastinya.
Tidak diragukan lagi dengan praktik 70-80% dan teori hanya
sekitar 20-30% lulusan SMK sudah memiliki bekal yang lebih dari cukup untuk
menjadi pegawai industri. Industri makin senang karena 20-30% teori dan 70-80%
praktik membuat lulusan SMK menjadi seorang pekerja kelas dengan sedikit
hayalan atau cita cita yang ditanamkan. Memang banyak lulusan SMK yang berhasil
namun tidak sedikit lulusan SMK yang terpaksa ,emaggalkan impiannya untuk
langsung bekerja dengan menempuh kuliah lagi. Terpaksa les tambahan untuk masuk
PTN karena pelajaran 20-30% sudah dapat dipastikan sangat kurang untuk
mengikuti SNMPTN atau terpaksa kuliah di PTS. Bahkan (lagi) Akpol dan Akmil pun
sebagai akademi yang sangat digandrungi juga tidak menerima lulusan SMK. Saya
punya banyak teman yang (kecewa) kaya gini dan mungkin nanti juga saya tag
(hehe).
Namun dengan sistem pendidikan yang seperti ini, kuliah
mahal, lulusan SMA tidak dibekali hard skill SMK adalah solusi yang sangat jitu
untuk negeri ini. Jika pendidikan kuliah itu murah maka lulusan SMK yang
sekarang bekerja keras di industri akan bisa kuliah dan digaji dengan upah yang
lebih layak. Saya mencoba realistis bahwa pendidikan Indonesia tidak akan
pernah murah apalagi gratis. Tapi saya sangat berharap ketidakmungkinan
tersebut bisa di ingkar menjadi mungkin. Walaupun menurut saya pembuatan SMK
hanyalah untuk mencetak sekrup sekrup kapitalisme namun saya sepakat dengan melihat
realita yang ada.
Post a Comment