Dalam 20 tahun mendatang Indonesia mendapat bonus demografi. Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Indonesia mengalami bonus demografi ini dikarenakan proses transisi demografi yg berkembang sejak beberapa tahun yg lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan lainnya.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah. Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, akan berarti baik bagi Indonesia jika ada korelasi antara pemerintah sebagai penyedia akses dan regulasi dengan sumber daya manusia sebagai subjek dalam proses korelasi ini.
Dengan adanya MEA yang akan diterapkan per desember 2015 sudah menjadi kewajiban pemerintah beserta rakyat menyongsong dengan percaya diri, dengan modal usia produktif dalam 20 tahun mendatang yang bahkan menurut Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai 70 persen dan 30 persen sisanya adalah anak dan orang tua diatas 65 tahun
Dorongan serta semangat menyambut MEA harusnya bukan hanya dilakukan dari dan untuk pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pembenahan di berbagai lini namun dorongan juga harus disampaikan kepada SDM yang sekarang ini cenderung terlihat minder dan tidak siap menghadapi MEA, hal ini terlihat jelas dengan sikap penarikan diri masyarakat dalam gencarnya kampanye UMKM serta kekhawatiran masyarakat akan persaingan dengan tenaga kerja ASEAN.
Mengingat pidato soekarno “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.” (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia). Pemuda sebagai kelompok yang seharusnya mampu “ing madyo mangun karso” dan bukan hanya “tut wuri handayani” atau bahkan tak peduli. Yang dimaksud dengan ing madyo mangun karso adalah dapat memberikan semangat dan dorongan kepada kelompok SDM lain yang akan sangat banyak dalam 20 tahun mendatang.
Mahasiswa sebagai kelompok elite dari pemuda, selain tergolong muda secara usia kelompok ini termasuk kelompok intelektual yang mendapat kesempatan serta informasi yang jauh lebih banyak dari pada pemuda yang tidak berkesempatan menjadi mahasiswa dan selalu menjadi aktor intelektual di sepanjang peristiwa sejarah Indonesia sudah pasti dapat tugas yang lebih besar yakni bukan hanya memberikan semangat serta dorongan namun juga harus mampu melakukan 4 D (Define, Design, Develop, Disseminete). Mahasiswa harus mampu melakukan definisi disetiap permasalahan, mendesain penyelesaian, mengembangkan solusi dan diakhiri dengan melakukan sosialisasi tentang permasalahan yang telah dikaji dam solusi yang ditawarkan kepada masyarakat.
Namun tidak seperti yang diharapkan, tidak banyak pemuda dan mahasiswa yang sadar dengan tanggung jawab yang mereka emban, hal bisa terjadi dikarenakan banyak permasalahan mulai dari kurangnya peran pendidikan formal serta ulama dalam melakukan penyadaran peran kemasyarakatan sampai lingkungan yang membentuk karakter yang cenderung individualistis. Kader HMI sebagai kelompok kecil dari pemuda dan mahasiswa yang sadar akan fungsi dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat sesuai dengan perannya sebagai kader ummat dan kader bangsa harus jauh lebih peka menghadapi problematika yang terjadi di dalam masyarakat, dengan semangat nilai nilai dasar perjuangan kader yang cenderung menjadi minoritas di lingkungannya harus bekerja lebih giat dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kader ummat dan kader bangsa.
Mengingat pentingnya peran kader di tengah problematika yang ada, baik problematika kemahasiswaan, kepemudaan sampai problematika ke ummatan urgensi peningkatan sumberdaya kader menjadi sangatlah wajar menjadi prioritas dalam proses perkaderan. Menurut data terahir ada sekitar 80.000 kader HMI yang purna keanggotaannya, dan jika 80.000 kader ini memiliki kualitas insan cita yang dicita citakan oleh HMI bukan tidak mungkin HMI akan menjadi Harapan Masyarakat Indonesia di periode mendatang.
Four-D Model oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974).
ReplyDelete