|
Gafatar |
Gafatar, menjadi pusat perhatian beberapa minggu terahir
ini. bagaimana tidak organisasi ini muncul ke publik lekat dengan isu
"orang hilang", mulai dari mahasiswi sukoharjo sampai beberapa
masyarakat di berbagai desa yang juga dinyatakan hilang. Yang menarik menurut saya
adalah hilang nya mereka bukan lah orang hilang seperti umum nya. Berita
tentang orang hilang biasanya adalah karena kasus penculikan atau atau bisa
juga karena hilang kesadaran bisa pikun ataupun gila. Namun para anggota
gafatar ini tidak, mereka dengan sadar memilih untuk menghilang. Bukan diculik
maupun karena hilang kesadaran, mereka dengan sadar meninggalkan rumah, harta
benda dan beberapa keluarga yang mungkin tidak sepaham dengan mereka.
Kenapa saya bilang ini adalah hal yang menarik, karena
ternyata di indonesia ada faham/ideologi yang mampu menggerakkan orang untuk
melakukan apasaja, mampu membuat seseorang melepaskan hal yang menurut
mayoritas orang adalah hal yang paling penting yakni harta, rumah bahkan keluarga.
Kalau saya lihat hal ini dikarenakan ideologisasi yang sangat berhasil di tubuh
organisasi gafatar sehingga anggotanya tak segan segan dalam meninggalkan
semuanya atau melakukan apapun untuk memperjuangkan kondisi ideal menurut faham
tersebut.
Selain Gafatar, ISIS dan berbagai organisasi teroris juga
mendapat keberhasilan yang sama, bukan berarti saa mendukung gerakan gafatar
ataupun bahkan gerakan terorisme namun keberhasilan yang saya maksud adalah
keberhasilan dalam hal ideologisasi. Mereka mampu menggiring anggota /
pengikutnya untuk mencapai tujuan ideal menurut mereka. Dilihat dari impact
yang ditimbulkan, sama seperti pengikut gafatar, pengikut organisasi radikal
juga rela meninggalkan apapun demi hal yang mereka yakini termasuk hidup mereka.
Belakangan ini memang banyak sekali faham/ideologi yang
berkembang di Indonesia, mulai dari ideologi yang sejalan dengan pancasila atau
bahkan yang bersebrangan dengan pancasila. Fenomena ini harusnya menjadi
gamparan bagi pemerintah yang ternyata " kalah" dalam hal
ideologisasi, pancasila yang katanya ideologi bangsa belum berhasil merasuk dan
menjadi acuan ideal anak bangsa. Pemahaman yang mendalam dan menyeluruh saja
belum dicapai, bagaimana mungkin mau mencapai tujuan bersama pancasila
berkeadilan sosial berkeadilan ekonomi dan banyak nilai nilai pancasila yang
smenurut saya seharusnya mampu menggerakkan banyak orang pula. Yang mungkin
nanti akan saya bahas mendatang.
Namun poin penting yang perlu kita perhatikan kali ini
adalah peran pemerintah dalam menanggulangi ideologi yang kurang sesuai atau
bahkan bertentangan dengan nilai nilai pancasila.
Cukupkah dengan memberikan fatwa sesat?
Atau Mencekal organisasinya?
Atau Memenjarakan pemimpin nya?
Atau bahkan membunuh para pengikut paham tersebut seperti
sejarah kelam 65?
Saya rasa pemerintah harus mulai dewasa dan harusnya
pemerintah faham bahwa ideologi tidak akan dapat dibrangus dengan kekangan
fisik, dengan pertumpahan darah. Namun ide harus dicounter dengan ide pula. Jika
tidak mau faham gafatar ini menyebar pemerintah wajib melakukan ideologisasi
yang masif bisa dimulai dengan penaman nilai nilai pancasila ataupun nilai
nilai islam yang menggugah dan mampu menjadi gambaran ideal bagi masyarakat.
Bagi kami, HMI Cabang Surakarta. Bukan lah menjadi suatu
masalah ketika anggota gafatar ini di kembalikan ke masyarakat namun dengan
catatan pemerintah tak lepas tangan
dengan faham yang mereka anut, nilai yang mereka perjuangkan. Pemerintah wajib
memberikan counter ideologi yang mungkin dapa diterima oleh para pebgikut
gafatar ini, pengawalan menjadi suatu keharusan ketika peristiwa seperti ini
tidak diinginkan terjadi lagi. Sebagai organisasi perjuangan, kami siap
membantu pemerintahan dalam hal pengembalian anggota di solo, sukoharjo dan
sekitarnya di lingkup jawa tengah.
Pendidikan terhadap masyarakat sekitar juga memiliki peran yang sangat besar
dalam hal keberhasilan pemulangan pengikut gafatar ini. Bagaimana tidak,
masyarakat kita cenderung kejam dan judge mental. Sebagai contoh mereka mantan
narapidana sebaik apapun mereka akan sangat susah untuk kembali ke masyarakat
karena stigma yang terlanjur menempel, al hasil para mantan narapidana ini berkemungkinan
kembali melakukan hal yang sama karena mengalami penolakan dari masyarakat.
Mungkin takan berbeda dengan gafatar, pemerintah wajib pula memberikan
pendidikan kepada masyarakat sekitar bahwa mantan pengikut gafatar yang sekaran
kembali hidup dengan mereka tidak boleh dijauhi apalagi dimusuhi.
Hari Kusuma Dharmawan
Ketua Bidang Pembinaan Anggota
HMI Cabang Surakarta